Kritik adalah
sebuah kegiatan pengujian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah yang
telah ditemukan, untuk memperoleh otentisitas dan dan kredibilitas. Tujuan
utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta.
Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (sistem kartu), agar
memudahkan pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan. Kritik sumber
dilakukan setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam
penelitiannya dan tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis
pada sumber-sumber tersebut dan menyaringnya secara kritis terutama sumber
pertama (Sjamsuddin, 2007, hal. 131).
Kritik sumber dilakukan dilakukan baik terhadap bahan materi maupun terhadap substansi (isi) sumber. Dalam
metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik
internal.
1)
Kritik eksternal
Kritik
eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek
luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007, hal.
132). Sebelum sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, menurut
Lucey (1984) ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan (Sjamsuddin, 2007, hal. 133) yaitu:
a) Siapa yang
mengatakan?
b) Apakah kesaksian
tersebut telah diubah?
c) Apa yang dimaksud
sumber dengan kesaksiannya?
d) Apakah orang yang
memberikan kesaksian itu seorang saksi mata (witness) yang kompeten (mengetahui fakta yang sebenarnya)
e) Apakah saksi
mengatakan fakta yang sebenarnya (truth)
dan memberikan fakta yang diketahui?
Fungsi
kritik eksternal adalah memeriksa sumber sejarah atas dasar dua hal pertama dan
menegakkan sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber tersebut.
Kritik eksternal juga harus memperhatikan otentisitas (authenticity), deteksi sumber palsu, integritas dan penyuntingan.
Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli
jika itu benar-benar produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau
dari periode yang dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai
pengarangnya).
Langkah
yang dilakukan dalam menegakkan otentisitas
adalah mengidentifikasi penulis. Kadang-kadang penulis tidak dapat
ditandai karena banyak dokumen dan penerbitan pertama-tama muncul tidak
menggunakan nama samaran dan penelitian kemudian dapat saja berhasil
mengidentifikasi beberapa penulisnya. Belum ada aturan yang benar-benar baku
untuk memutuskan berapa banyak yang harus dibuktikan sebelum sebuah sumber
dapat diterima sebagai sesuatu yang asli, namun semakin banyak yang diketahui
tentang dokumen tersebut, semakin banyak pula yang dapat digunakan oleh
peneliti dari sumber tersebut (Sjamsuddin, 2007,
hal. 134-137).
Keahlian
dalam mendeteksi sumber asli diperlukan mengingat kecanggihan teknologi modern
yang memudahkan para pemalsu dokumen untuk melakukan operasinya. Banyak dokumen
rahasia negara terutama yang sedang konflik dijajakan oleh para pemalsu kepada
pihak yang berkepentingan dikatakan asli padahal palsu (Sjamsuddin, 2007, hal. 137). Dalam mendeteksi sumber maka haru
diperhatikan kriteria fisik (jenis kertas, tinta, cat), garis asal usul
dokumen, tulisan tangan, dan isi dari sumber.
Setelah
mendeteksi sumber maka selanjutnya harus diketahui integritasnya. Integritas
disini dapat diartikan bahwa sumber mempunyai otentisitas yang tetap jika
kesaksian yang asli tetap terpelihara tanpa ubah-ubahan mensikipun
ditransmisikan dari masa ke masa (Sjamsuddin,
2007, hal. 140). Ubahan dapat berupa penambahan, pengurangan,
penghilangan atau penggantian dalam teks asli dan ini mungkin saja disengaja
atau tidak disengaja dalam sumber asli atau dalam salinan aslinya. Ubahan yang
sering terjadi diakibatkan oleh kekeliruan dalam menyalin sehingga secara
substansional dapat mengubah arti sebuah teks. Untuk mencegah kekeliruan
tersebut perlu dilakukan kolasi yaitu membandingkan manuskrip asli dengan
salinan oleh seseorang yang membaca naskah asli dan sejarawan mengikuti naskah
salinannya. Jika integritasnya terjaga maka dapat dikatakan fakta dari
kesaksian (fact of testimony) telah
ditegakkan bagi sejarawan (Lucey dalam (Sjamsuddin,
2007, hal. 140)).
Dokumen
yang diedit secara sembarangan dapat merusak banyak sumber sejarah. Dokumen
memang harus diedit sebagaimana aslinya dan jika ada perubahan, penyunting
harus memberitahukan pembacanya. Aplikasi dari aturan-aturan sederhana ini
menuntut kerajinan yang diteliti dan penyunting dapat menggunakan tanda-tanda
tertentu dalam mengoreksi kesalahan ejaan, istilah, ataupun nama yang dibuat
oleh penulis asli (Sjamsuddin, 2007, hal. 143).
2)
Kritik Internal
Kritik
internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal dengan menekankan aspek
dalam yaitu isi dari sumber, yaitu kesaksian (testimony) (Sjamsuddin, 2007, hal.
143). Setelah fakta kesaksian ditegakkan melalu kritik eksternal, tiba
giliran sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian tersebut apakah reliable atau tidak. Hal yang perlu
diperhatikan dari kritik internal adalah:
a)
Arti sebenarnya dari kesaksian
Sejarawan harus
menetapkan arti sebenarnya dari perkataan yang dikemukakan oleh saksi apakah
diartikan harfiah atau sesungguhnya (real)
. Arti harfiah adalah pengertian gramatikal yang berarti menurut huruf yang
tertulis. Sementara arti yang sesungguhnya adalah arti yang tersirat dari balik
huruf yang ditulis. Mungkin dalam sebuah tulisan sejarah sumber tersebut
menggunakan kalimat metafora sehingga peneliti harus tahu arti yang
sesungguhnya.
b)
Kredibilitas kesaksian.
Kredibilitas
(keterpercayaan) seorang saksi harus memperhatikan bagaimana kemampuan saksi
untuk mengamati, bagaimana kesempatannya untuk mengamati teruji dengan benar
atau tepat, bagaimana jaminan bagi kejujurannya, bagaimana kesaksiannya itu
dibandingkan dengan saksi-saksi yang lain. Dalam membandingkan satu sumber
dengan sumber-sumber lain untuk kredibilitas, terdapat tiga kemungkinan yaitu sumber-sumber lain dapat
cocok dengan sumber yang dibandingkan, berbeda dengan sumber atau malah tidak
menyebutkan apa-apa (Sjamsuddin, 2007, hal.
151-152)
c)
Sumber-sumber yang sesuai (concurring
sources)
Sumber dikatakan
kredibel apabila sumber yang lain sesuai dengan kesaksiannya baik secara independen
maupun dependen. Penyesuaian kesaksian dari saksi independen dan dapat
dipercaya yang dapat menegakkan kredibilitas suatu sumber tertentu.
d)
Sumber-sumber yang berbeda (disseting
sources).
Perbedaan
kesaksian sumber lain terhadap satu sumber tidak begitu saja dapat membatalkan
kesaksian dari sumber yang dibicarakan. Tetapi tergantung dari tingkat
perbedaannya. Pada beberapa kondisi tertentu perbedaan sudah dapat diperkirakan
namun kembali kepada kecerdasan peneliti dalam menghadapi perbedaan tersebut
dan komplikasi-komplikasi yang muncul akibat perbedaan sehingga dapat ditemukan
juga benang merahnya.
No comments:
Post a Comment