Friday, February 24, 2017

KRITIK SUMBER DALAM PENELITIAN SEJARAH

Kritik adalah sebuah kegiatan pengujian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan, untuk memperoleh otentisitas dan dan kredibilitas. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (sistem kartu), agar memudahkan pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan. Kritik sumber dilakukan setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya dan tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber tersebut dan menyaringnya secara kritis terutama sumber pertama (Sjamsuddin, 2007, hal. 131). Kritik sumber dilakukan dilakukan baik terhadap bahan materi  maupun terhadap substansi (isi) sumber. Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal.

1) Kritik eksternal
Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007, hal. 132). Sebelum sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, menurut Lucey (1984) ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan (Sjamsuddin, 2007, hal. 133) yaitu:
a)      Siapa yang mengatakan?
b)      Apakah kesaksian tersebut telah diubah?
c)      Apa yang dimaksud sumber dengan kesaksiannya?
d)      Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata (witness) yang kompeten (mengetahui fakta yang sebenarnya)
e)      Apakah saksi mengatakan fakta yang sebenarnya (truth) dan memberikan fakta yang diketahui?
Fungsi kritik eksternal adalah memeriksa sumber sejarah atas dasar dua hal pertama dan menegakkan sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber tersebut. Kritik eksternal juga harus memperhatikan otentisitas (authenticity), deteksi sumber palsu, integritas dan penyuntingan. Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya).
Langkah yang dilakukan dalam menegakkan otentisitas  adalah mengidentifikasi penulis. Kadang-kadang penulis tidak dapat ditandai karena banyak dokumen dan penerbitan pertama-tama muncul tidak menggunakan nama samaran dan penelitian kemudian dapat saja berhasil mengidentifikasi beberapa penulisnya. Belum ada aturan yang benar-benar baku untuk memutuskan berapa banyak yang harus dibuktikan sebelum sebuah sumber dapat diterima sebagai sesuatu yang asli, namun semakin banyak yang diketahui tentang dokumen tersebut, semakin banyak pula yang dapat digunakan oleh peneliti dari sumber tersebut (Sjamsuddin, 2007, hal. 134-137).
Keahlian dalam mendeteksi sumber asli diperlukan mengingat kecanggihan teknologi modern yang memudahkan para pemalsu dokumen untuk melakukan operasinya. Banyak dokumen rahasia negara terutama yang sedang konflik dijajakan oleh para pemalsu kepada pihak yang berkepentingan dikatakan asli padahal palsu (Sjamsuddin, 2007, hal. 137). Dalam mendeteksi sumber maka haru diperhatikan kriteria fisik (jenis kertas, tinta, cat), garis asal usul dokumen, tulisan tangan, dan isi dari sumber.
Setelah mendeteksi sumber maka selanjutnya harus diketahui integritasnya. Integritas disini dapat diartikan bahwa sumber mempunyai otentisitas yang tetap jika kesaksian yang asli tetap terpelihara tanpa ubah-ubahan mensikipun ditransmisikan dari masa ke masa (Sjamsuddin, 2007, hal. 140). Ubahan dapat berupa penambahan, pengurangan, penghilangan atau penggantian dalam teks asli dan ini mungkin saja disengaja atau tidak disengaja dalam sumber asli atau dalam salinan aslinya. Ubahan yang sering terjadi diakibatkan oleh kekeliruan dalam menyalin sehingga secara substansional dapat mengubah arti sebuah teks. Untuk mencegah kekeliruan tersebut perlu dilakukan kolasi yaitu membandingkan manuskrip asli dengan salinan oleh seseorang yang membaca naskah asli dan sejarawan mengikuti naskah salinannya. Jika integritasnya terjaga maka dapat dikatakan fakta dari kesaksian (fact of testimony) telah ditegakkan bagi sejarawan (Lucey dalam (Sjamsuddin, 2007, hal. 140)).
Dokumen yang diedit secara sembarangan dapat merusak banyak sumber sejarah. Dokumen memang harus diedit sebagaimana aslinya dan jika ada perubahan, penyunting harus memberitahukan pembacanya. Aplikasi dari aturan-aturan sederhana ini menuntut kerajinan yang diteliti dan penyunting dapat menggunakan tanda-tanda tertentu dalam mengoreksi kesalahan ejaan, istilah, ataupun nama yang dibuat oleh penulis asli (Sjamsuddin, 2007, hal. 143).

2) Kritik Internal
Kritik internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal dengan menekankan aspek dalam yaitu isi dari sumber, yaitu kesaksian (testimony) (Sjamsuddin, 2007, hal. 143). Setelah fakta kesaksian ditegakkan melalu kritik eksternal, tiba giliran sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian tersebut apakah reliable atau tidak. Hal yang perlu diperhatikan dari kritik internal adalah:
a)      Arti sebenarnya dari kesaksian
Sejarawan harus menetapkan arti sebenarnya dari perkataan yang dikemukakan oleh saksi apakah diartikan harfiah atau sesungguhnya (real) . Arti harfiah adalah pengertian gramatikal yang berarti menurut huruf yang tertulis. Sementara arti yang sesungguhnya adalah arti yang tersirat dari balik huruf yang ditulis. Mungkin dalam sebuah tulisan sejarah sumber tersebut menggunakan kalimat metafora sehingga peneliti harus tahu arti yang sesungguhnya.
b)      Kredibilitas kesaksian.
Kredibilitas (keterpercayaan) seorang saksi harus memperhatikan bagaimana kemampuan saksi untuk mengamati, bagaimana kesempatannya untuk mengamati teruji dengan benar atau tepat, bagaimana jaminan bagi kejujurannya, bagaimana kesaksiannya itu dibandingkan dengan saksi-saksi yang lain. Dalam membandingkan satu sumber dengan sumber-sumber lain untuk kredibilitas, terdapat tiga  kemungkinan yaitu sumber-sumber lain dapat cocok dengan sumber yang dibandingkan, berbeda dengan sumber atau malah tidak menyebutkan apa-apa (Sjamsuddin, 2007, hal. 151-152)
c)      Sumber-sumber yang sesuai (concurring sources)
Sumber dikatakan kredibel apabila sumber yang lain sesuai dengan kesaksiannya baik secara independen maupun dependen. Penyesuaian kesaksian dari saksi independen dan dapat dipercaya yang dapat menegakkan kredibilitas suatu sumber tertentu.
d)      Sumber-sumber yang berbeda (disseting sources).


Perbedaan kesaksian sumber lain terhadap satu sumber tidak begitu saja dapat membatalkan kesaksian dari sumber yang dibicarakan. Tetapi tergantung dari tingkat perbedaannya. Pada beberapa kondisi tertentu perbedaan sudah dapat diperkirakan namun kembali kepada kecerdasan peneliti dalam menghadapi perbedaan tersebut dan komplikasi-komplikasi yang muncul akibat perbedaan sehingga dapat ditemukan juga benang merahnya.

No comments:

Post a Comment